Sabtu, 16 April 2011

10 April 2011

Coba katakan padaku, apa aku harus pulang hanya karena langit berubah warna menjadi kelabu, sementara hujan belum tentu akan turun?

Lupakah dirimu, kawan, akulah yang telah mengajakmu memilih jalan ini.

Lupa jugakah kamu, bahwa sebelumnya aku telah pernah berada di dalam badai. Pernah jatuh. Pernah tersesat. Pernah terbakar terik matahari. Dan kau lihat, aku sekarang baik-baik saja. Seperti kamu.

Jika memang kelabu itu harus menjadi hujan, atau bahkan badai sekalipun, apa pikirmu aku terlalu sombong bila kukatakan aku akan bersiap menghadapinya?

Jalan pulang sama saja jauhnya dengan tujuan. Jadi, kenapa tidak kita tuntaskan saja perjalanan ini. Karena aku pun telah lelah bertanya dan bertanya-tanya, kawan. Apalagi mengeluh. Sudahlah, lebih baik kita menghemat tenaga kita untuk melangkah saja. Kita akan tahu jawabannya ketika kita sampai nanti.

Memeluk Rindu

Hari ini, mengenang hari yang telah lalu. Hari ketika kabut menutupi tubuh kokohmu, Merapi. Hari di mana kabut yang sama juga menudungi hatiku. Menjadikannya sendu. Juga hari di mana pagi diawali dengan gerimis. Gerimis yang sama pun membasahi pipiku ketika aku dengan terbata menelepon seorang sahabat, mengumpulkan serpihan semangat yang telah menguap sejak semalam.

Lucu sekali hari itu. Ketika aku dengan percaya dirinya berkata bahwa aku tak akan membiarkan diriku untuk tidak bahagia walau apapun yang terjadi. Bahwa aku, tak akan mengizinkan diriku jatuh dan terluka. Padahal, memangnya apa yang ku tahu tentang masa depan? Mungkin memang, perjalanan yang sejauh ini masih dapat ku tempuh dan aku baik-baik saja. Tapi esok belum tentu. Bisa saja badai yang menantiku malah berkali lipat lebih hebat dari kemarin.

Tapi tahukah kamu? Hati ini masih hati yang sama seperti hari itu. Masih sekuat itu. Masih sekokoh itu. Padahal sebenarnya, aku tahu bahwa aku tidaklah setangguh itu. Terlalu banyak malam hingga jumlahnya tak lagi terhitung yang kulalui dengan galau, ragu, dan bahkan airmata. Telah terlalu sering aku merasa ingin menyerah dan pergi saja. Tapi aku masih di sini.

Berdiri di sini, memeluk rindu.

Entah kekuatan dari mana, aku pun telah lelah bertanya. Maka kubiarkan saja mengalir. Aku percaya, Tuhan tak akan membiarkan aku salah arah.

Dia, tidak akan pernah membiarkan kita salah arah.