Rabu, 16 November 2011

0 Atau 100%

Ada banyak keputusan yang telah saya ambil dalam hidup ini. Sebagiannya saya jalani tanpa tahu apakah itu terbaik atau tidaknya bagi saya. Mungkin juga malah keputusan itu ternyata sama sekali salah dan harusnya tidak pernah saya ambil. Beberapa kali bahkan terbukti menghadirkan penyesalan yang luar biasa di kemudian hari.

Seperti hari ini. Saya telah memutuskan. Yang mungkin bagi sebagian orang itu terkesan absurd dan tak masuk akal. Terkesan nekad, atau mungkin bunuh diri. Tapi saya sudah tidak punya waktu lagi untuk berbalik ke belakang. Mungkin nanti takdir akan berkata lain. Mungkin juga saya nantinya akan menyesal. Tapi yang saya tahu, apapun yang telah saya putuskan, saya harus menjalaninya sampai akhir.

Hingga nanti Tuhan memberikan keputusanNya.

Karena saya telah meminta kepada Tuhan. Pasti lucu sekali kalau kemudian saya menyerah padahal doa saya masih menggantung di kaki langit. Tuhan pasti marah kepada saya. Ketika Dia sudah akan memberi karena sebelumnya saya gigih meminta, tiba-tiba saja saya malah duduk meringkuk di pojokan, berhenti menadahkan tangan. Bukankah Dia tidak suka pada mereka yang berputus ada dari rahmatNya?

Karena itu, saya akan tetap di sini. Jikapun yang saya minta ini salah, saya yakin Tuhan tidak akan membiarkan saya tersesat terlalu lama. Seperti seorang ibu yang dengan penuh kelembutan mengarahkan anaknya memilih yang lain karena ia tahu kebanyakan makan permen cokelat tidak baik untuk gigi anaknya, walau sang anak terus-terusan merengek meminta.

Tuhan akan menjawab doa-doa saya dengan cinta. Karena memang begitulah Ia.



*Tuhan, beri saya kekuatan untuk menjalani ini dengan tabah.

Senin, 14 November 2011

Etalase Bunda

Aku menamai ruangan kecil ini begitu. Mengenangmu. Karena waktu Ria melahirkan, kamu yang menyarankan agar aku memakai panggilan bunda ketika aku membahasakan diriku sendiri dengan 'tante.' Katamu, panggilan tante itu terkesan jauh, padahal temanku itu adalah teman terdekatku. Sampai hari ini, siapa pun temanku yang memiliki anak, aku meminta mereka memanggil aku dengan sebutan bunda, bukannya tante.

Ah, padahal waktu itu aku rikuh juga. Bagaimana tidak? Di dalam pikiranku, bunda itu haruslah seseorang dengan sense of keibuan yang tinggi. Perempuan banget. Alias feminin. Sementara aku? Walaupun pakai rok, tetap saja masih suka memakai sandal gunung ke mana-mana. Minus asesori seperti cincin dan gelang. Apalagi make up semacam lipstick, eye shadow dan blush on.

Tapi kamu dengan santainya bilang, 'trus kenapa kalau kelihatannya tidak feminin, apa gak boleh dipanggil bunda?' Aku jadi mingkem. Iya juga ya.., emangnya kenapa dengan panggilan bunda?

Tapi lama-lama, aku jadi menyukai panggilan itu. Bunda. Terima kasih, ya..

Ah, ngomong-ngomong, Lina memanggil kamu Nobita. Setelah sebelumnya kita sepakat menamaimu dengan sebutan Kakak Jangan Pergi. Hahaha. Maaf ya, kalau aku juga ikut-ikutan si bibik memanggilmu dengan sebutan Nobita. :P