'Boleh saya tahu, gimana rasanya mendekati garis finish?'
Pertanyaan itu masih tersimpan di arsip pesanku sebagai pesan yang
belum terkirim. Sudah lama sekali. Aku bahkan lupa kalau ternyata pernah
menyimpannya jika saja aku tidak iseng membersihkan folder pesan yang
kepenuhan.
Tapi sepertinya pesan itu memang tak perlu kukirimkan. Tak perlu
juga kutanyakan pada siapa-siapa. Selain memang karena orang yang ingin
kutanyai itu sudah pergi jauh, lebih dari segalanya, sekarang aku
memiliki pengingat. Ada di dalam diriku, seperti bom waktu yang siap
meledak kapan saja.
Kamu tahu tidak? Sebelumnya, kadang-kadang aku kesulitan
mengingatkan diriku sendiri. Padahal kematian itu pasti. Sepasti
matahari terbit di ufuk timur pada pagi hari dan terbenam lagi di ufuk
barat. Hanya kadang ia terasa begitu jauh tatkala kita sehat dan muda.
Seolah dia hanya akan datang pada orang-orang yang telah tua dan sakit.
Seolah dia hanya datang pada orang lain, dan bukan padaku.
Tapi sekarang tidak lagi. Aku tidak perlu membaca buku-buku mengenai
dosa, surga dan neraka, atau buku-buku motivasi lainnya. Cukup duduk.
Diam. Pejamkan mata sejenak. Hirup napas pelan-pelan. Mendengarkan detak
jantungku sendiri. Kemudian merasakan pengingatku.
Aku belum pernah merasakan bahwa kematian itu begitu dekatnya seperti yang hari ini kurasakan.
Tiap detik terasa begitu berarti, kawan. Karena tidak ada
kemungkinan apapun yang bisa membuatku kembali mengulang dan memperbaiki
masa lalu. Hanya ada satu kesempatan saja, yaitu saat ini.
Satu kesempatan saja. Yang harus aku pergunakan dengan
sebaik-baiknya. Aku harus menjaga diriku sebaik-baiknya; amanat Tuhan
yang luar biasa yang Dia titipkan padaku. Belum lagi amanat-amanatNya
yang lain.
Jika aku bisa tergagap ketika harus bertanggungjawab terhadap
manusia, apalah lagi jika nanti ketika aku berada di pengadilan Tuhan?
Hari itu, hari di mana segala sesuatunya akan dikembalikan kepada yang
berhak menerimanya.
Aku tidak tahu mana yang lebih mudah: mengetahui jumlah waktu yang
tersisa atau tidak mengetahuinya sama sekali. Meramalkan kematian
sehingga kita bisa membuat semacam persiapan kedengarannya menyenangkan.
Tetapi kenyataannya, kita bahkan tak sedikit pun diberi keistimewaan
itu oleh Tuhan. Hanya ada sedikit aba-aba. Itu pun cuma bisa dimengerti
oleh mereka yang peka.
Tapi apapun itu, aku tahu aku tengah berpacu dengan waktu. Jamnya
berputar dan terasa lebih nyata kini. Ada banyak impian yang ingin
kucapai. Mungkin tak semuanya yang akan kuraih. Tapi tak apalah,
setidaknya aku masih punya waktu. Aku masih diberi kesempatan untuk
berbuat sesuatu dan aku ingin memastikan orang-orang yang kucintai akan
baik-baik saja tanpa aku. Itu pasti akan melegakan. Dan tampaknya
sebanding.
Jumat, 23 Maret 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar