Kamis, 28 November 2013

Media; Ghibah dan Namimah Era Modern

'Saya bertanggungjawab terhadap apa yang saya tulis, bukan tentang apa yang pembaca pikirkan.' Ada yang tahu jargon ini? Well, entah kenapa, saya rasanya agak kurang setuju yah. Kalau begini, bukannya penulis jadi seolah lepas tanggung jawab, berasa boleh nulis apa aja tanpa musti mikir apa nanti efek dari tulisannya buat mereka yang membacanya?

Saya nggak tahu sama yang lain ya, tapi di masa sekarang ini, senjata yang paling berbahaya itu bukan lagi bom atom kayak yang bisa menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki beberapa waktu yang lalu. Bukan juga embargo ekonomi atau serangan-serangan lain yang sifatnya menghilangkan nyawa dan fisik. Tapi pena para jurnalis. Yak, pena para jurnalis.

Jurnalis? Oke, menggunakan bahasa awam, mungkin bisa saya sebut saja sebagai para pembawa dan penulis berita.

Kenapa?

Bahasa adalah kunci komunikasi. Dan sebuah berita disampaikan bukan melulu tentang apa yang diberitakan, tapi yang juga gak kalah pentingnya adalah tentang bagaimana berita itu disampaikan.

Gak diragukan lagi, dengan pemilihan kata dan diksi yang tepat, maka penulis adalah orang yang bisa banget menggiring opini pembaca. Di tangan penulis, tragedi bisa jadi komedi. Penjahat jadi pahlawan. Mematikan karakter seseorang cukup dengan beberapa kalimat saja. Bahkan bisa mengajak orang lain rame-rame untuk sependapat dengannya. Nah, kurang mematikan apalagi, coba?

Bahaya banget kan, kalau dunia jurnalistik dipenuhi sama orang-orang yang nggak objektif dan sarat kepentingan. Apalagi kalau mereka udah gak jujur. Wuaahhhh.....

Media juga memiliki peranan yang nggak kalah dahsyatnya saya kira. Entah di media mana saja, online atau cetak. Masih mending ya kalau berita yang disampaikan itu cuma lewat bisik-bisik tetangga doang, sekalipun sebenarnya tetap aja nggak boleh. Kenapa? Karena kalau cuma bisik-bisik doang, orang bisa lupa dengan cepat. Tapi kalau tertulis? Berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun kemudian, orang masih bisa baca selama medianya masih eksis. Mereka yang nggak perlu tahu jadi tahu. Dan bahkan mungkin terpengaruh lagi dengan pemberitaan-pemberitaan basi itu padahal bisa jadi kasusnya sudah selesai dan pihak yang berkepentingan udah hidup dengan tentramnya.

Belum lagi komentar-komentar yang bukan lagi sekedar komentar dan saran membangun, tapi udah menjurus penghinaan, saling melontarkan kata kotor dan merasa sah-sah saja dengan dalih semua orang bebas berkomentar. Ini era reformasi, begitu.

Kebayang kan salah kaprahnya gimana? Udahlah berjamaah, diwariskan pula.

Jurnalis dan penulis, adalah mereka yang dekat sekali dan berisiko banget untuk melakukan ghibah dan namimah. Salah-salah, bisa menimbulkan fitnah yang efeknya kita semua rasanya udah pada tau juga. Dosa besar yang mendadak jadi lumrah di zaman ini.

'Trus, kalau begitu, apa kita harus berhenti menulis?' Ya enggak lah, boss. Hal yang memang perlu disampaikan tetap saja harus kita sampaikan. Ada beberapa hal yang diam itu bukan emas. Tapi mari kita menulis dengan bijak serta mengikuti kaidah dan norma yang berlaku. Itu saja.

Anyway, mungkin tulisan di bawah ini bisa jadi refleksi untuk kita. Saya ambil dari http://yusufmansur.com/gerbong/

1. Seorang perempuan, diadili di alam kubur. Tuduhannya ga main-main, membunuh dan memperkosa.#gerbong
2. Ga terima si perempuan ini. Bagaimana bisa? Tangannya ketika di dunia begitu lembut. #gerbong
3. Ga bisa ia melihat ayam dipotong. Lalu bagaimana ia bisa dituduh membunuh untuk sesuatu yang tidak ia kerjakan juga? #gerbong
4. Dan koq bisa ia dituduh memperkosa? Bukankah mestinya perempuanlah yang diperkosa? Aneh. #gerbong
5. Ia minta keadilan Allah. Tapi pengadilan kubur terus berjalan.#gerbong
6. Siksa kubur mulai dikenakan kepada beliau, dengan standar hukuman para pembunuh dan pemerkosa. #gerbong
7. Rupanya, ketika di dunia, ia senang memakai rok mini dan pakaian-pakaian yang mengundang syahwat. #gerbong
8. Hingga ada satu laki-laki yang terangsang. Namun ia ga berani sama ni perempuan. #gerbong
9. Beraninya sama anaknya. Anak perempuannya sendiri dimakannya. #gerbong
10. Kemudian sekaligus dibunuh. MasyaAllah.#gerbong
11. Di dalam urusan koneksi antar-manusia dan antar-perbuatan, laa hawla walaa quwwata illaa billaah, #gerbong
12. Ternyata, si perempuan itu pun dianggap pelaku. #gerbong
13. Belom lagi kalau ia paham, setiap mata yang tertuju padanya, adalah maksiat mata, #gerbong
14. Yang sialnya ia yang pake itu pakaian, malah ia dapat dosa dobel-dobel dan berlipat-lipat. #gerbong
15. Yakni dapat juga doa dari banyaknya mata yang melihat auratnya. #gerbong
16. NAMUN insyaAllah mata rantai kebaikan juga ga kurang-kurang limpahan rizki pahalanya. #gerbong
17. Saya contohnya, ketika baca al Qur’an di wisatahatiantv, maka huruf-huruf yang saya dapat, bukan saja dari yang saya baca. #gerbong
18. Melainkan berapa juta pemirsa yang dengar, itu semua akan dibawa ke hadapan saya. #gerbong
19. Dan apakah saya doangan yang dapat? Seluruh keluarga besar wisatahatiantv, kru-krunya, #gerbong
20. dan seluruh orang yang terlibat di antv, yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, hingga tukang listrik, OB, #gerbong
21. hingga apalagi direksi dan ownernya, semuanya dapat… Subhaanallaah… #gerbong
22. Kiranya semua yang Allah karuniakan, mudah-mudahan dapat dibawa untuk kepentingan-Nya. #gerbong
23. Maka jadilah yang masuk di mata rantai kebaikan. Jangan berada di mata rantai keburukan. #gerbong
24. Sekecil apapun peran Saudara semua, jadilah di mata rantai kebaikan. #gerbong
25. Pokoknya, jangan di mata rantai keburukan. #gerbong
26. Syukur-syukur bisa jadi gerbong kebaikan. Dan na’uudzu billaah, jangan ampe jadi gerbong keburukan. #gerbong

Sabtu, 21 September 2013

Buku Bersampul Hijau Lumut

Aku menemukanmu tak sengaja, teronggok manis di sudut perpustakaan. Terbuka tepat di bagian 'Teman', seolah tahu persis apa yang kubutuhkan, seolah kamu memang tengah menungguku untuk menemukanmu. Bersampul hijau lumut dan dengan halaman-halaman hijau muda yang menyejukkan mata. Maka akupun mulai membaca sambil terus bertanya-tanya apa kau punya sihir? Karena sejak dari halaman pertama, aku tidak bisa berhenti membacamu. Maka langsung saja kamu kubawa pulang, karena kamu bukanlah buku yang bisa kutamatkan dalam sekali duduk.

Benar saja, kamu itu memang semacam buku yang belum, dan mungkin tidak akan pernah selesai aku baca. Ketika waktu bacaku habis, maka kamu akan kutaruh di atas meja dengan kertas penanda yang pitanya berjuntai. Lalu kemudian aku sibuk mengerjakan pekerjaanku sambil pikiranku terus saja padamu, menerka-nerka hendak ke mana dan berkata apa si tokoh utamanya nanti. Kemudian ketika aku kembali meneruskan bacaan itu, aku akan terpekik senang mendapati tebakanku tepat sasaran atau sebaliknya merengut kecewa ketika meleset.


Seringkali bahkan di tengah pekerjaanku yang lumayan menyita waktu, sempat-sempatnya aku menghampirimu, maksudku buku yang kupinjam baca itu. Sekedar meniup debu nakal yang sering bandel mencoba menempel di cover atau di helaian buku yang beberapa kali tak sengaja kubiarkan terbuka. Atau kadang bahkan hanya untuk sekadar memastikan posisinya masih aman atau tidak. Atau menjauhkannya dari, yah.., kadang beberapa makhluk yang tidak kuundang datang juga tertarik ingin bermain-main dengannya. Seperti kucing tetangga yang selalu penasaran dengan pita kertas penandanya.

Seperti itulah kamu mendominasi hari-hariku. Karena kamu bukan saja akan kucari ketika aku tengah senggang. Bukan itu saja. Aku juga akan membaca ketika aku sedang sedih, marah, galau, juga ketika sedang gembira. Ada quote-quote singkat yang sering aku temui, yang entah dengan cara bagaimana, mampu menjawab setidaknya beban di kepalaku. Kamu bahkan tidak perlu harus menerangkan panjang lebar, karena memang bukan itu yang kubutuhkan. Cukup sebuah kalimat, maka aku akan berhenti membolik-balik halamanmu.


Kau tahu? Bahkan di saat-saat ketika kau begitu jauh dalam jangkauan tetapi aku malah terbentur dan tak tahu harus berkata apa, aku akan menarik nafas dalam dan membayangkanmu. Bukan, bukan rupamu karena untuk itu aku bahkan tak perlu harus memicingkan mata untuk mengingatmu. Tapi jawabanmu, seandainya aku bicara langsung padamu. Dan itu selalu berhasil membantuku melalui saat-saat sulit dalam hidupku.

Seperti hari ini, ketika kau kembali jauh dari pandangan. Apa kabarmu sekarang? Sudah lama aku tidak merasakan helaianmu lagi di jemariku. Apakah kamu masih seperti terakhir kulihat; cover mengilap dan disampul plastik? Tentunya. Apakah aromamu masih harumnya wangi kertas, bukan karena parfum pabrik? Semoga. Dan semoga, tulisan yang tertera juga tidak berubah menjadi sandi rumput sehingga aku tak perlu penerjemah, jika nanti aku berkesempatan meneruskan bacaanku lagi. Karena ya, aku masih ingin tahu ke mana si tokoh utamanya setelah ini.


Ah, entah seperti apa esok. Bagaimana jika kau pergi, bagaimana jika seperti yang pernah kau tulis; impianmu yang jauh itu terwujud, tentu aku harus mengucapkan salam. Selamanya, mengubur dalam-dalam keinginan yang diam-diam mengakar dalam hati; membawamu ke tempat-tempat yang ingin kukunjungi. Keliling dunia.




*terima kasih, untuk persahabatan lima tahun ini.

Jumat, 23 Maret 2012

Unsend Message

'Boleh saya tahu, gimana rasanya mendekati garis finish?'

Pertanyaan itu masih tersimpan di arsip pesanku sebagai pesan yang belum terkirim. Sudah lama sekali. Aku bahkan lupa kalau ternyata pernah menyimpannya jika saja aku tidak iseng membersihkan folder pesan yang kepenuhan.

Tapi sepertinya pesan itu memang tak perlu kukirimkan. Tak perlu juga kutanyakan pada siapa-siapa. Selain memang karena orang yang ingin kutanyai itu sudah pergi jauh, lebih dari segalanya, sekarang aku memiliki pengingat. Ada di dalam diriku, seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Kamu tahu tidak? Sebelumnya, kadang-kadang aku kesulitan mengingatkan diriku sendiri. Padahal kematian itu pasti. Sepasti matahari terbit di ufuk timur pada pagi hari dan terbenam lagi di ufuk barat. Hanya kadang ia terasa begitu jauh tatkala kita sehat dan muda. Seolah dia hanya akan datang pada orang-orang yang telah tua dan sakit. Seolah dia hanya datang pada orang lain, dan bukan padaku.

Tapi sekarang tidak lagi. Aku tidak perlu membaca buku-buku mengenai dosa, surga dan neraka, atau buku-buku motivasi lainnya. Cukup duduk. Diam. Pejamkan mata sejenak. Hirup napas pelan-pelan. Mendengarkan detak jantungku sendiri. Kemudian merasakan pengingatku.

Aku belum pernah merasakan bahwa kematian itu begitu dekatnya seperti yang hari ini kurasakan.

Tiap detik terasa begitu berarti, kawan. Karena tidak ada kemungkinan apapun yang bisa membuatku kembali mengulang dan memperbaiki masa lalu. Hanya ada satu kesempatan saja, yaitu saat ini.

Satu kesempatan saja. Yang harus aku pergunakan dengan sebaik-baiknya. Aku harus menjaga diriku sebaik-baiknya; amanat Tuhan yang luar biasa yang Dia titipkan padaku. Belum lagi amanat-amanatNya yang lain.

Jika aku bisa tergagap ketika harus bertanggungjawab terhadap manusia, apalah lagi jika nanti ketika aku berada di pengadilan Tuhan? Hari itu, hari di mana segala sesuatunya akan dikembalikan kepada yang berhak menerimanya.

Aku tidak tahu mana yang lebih mudah: mengetahui jumlah waktu yang tersisa atau tidak mengetahuinya sama sekali. Meramalkan kematian sehingga kita bisa membuat semacam persiapan kedengarannya menyenangkan. Tetapi kenyataannya, kita bahkan tak sedikit pun diberi keistimewaan itu oleh Tuhan. Hanya ada sedikit aba-aba. Itu pun cuma bisa dimengerti oleh mereka yang peka.

Tapi apapun itu, aku tahu aku tengah berpacu dengan waktu. Jamnya berputar dan terasa lebih nyata kini. Ada banyak impian yang ingin kucapai. Mungkin tak semuanya yang akan kuraih. Tapi tak apalah, setidaknya aku masih punya waktu. Aku masih diberi kesempatan untuk berbuat sesuatu dan aku ingin memastikan orang-orang yang kucintai akan baik-baik saja tanpa aku. Itu pasti akan melegakan. Dan tampaknya sebanding.

Minggu, 15 Januari 2012

Aku Berharap Aku Bisa Membencimu

Aku berharap aku bisa membencimu. Mungkin dengan begitu akan lebih mudah bagiku melupakan karena otakku membaca bahwa kamu hanyalah orang yang tak patut ku beri tempat. Kubisikkan pada diri ini bahwa kamu hanya seorang brengsek, jahat, atau apa pun itu nama-nama yang bisa kulekatkan agar kamu bisa keluar dari ingatanku secepat mungkin. Bukankah orang yang telah menyakiti hati kita, tak perlu lama-lama melekat di otak kita?

Aku berharap aku bisa membencimu. Karena dengan begitu, mudah-mudahan aku bisa melenggang bebas, meninggalkan masa lalu, merajut hari yang baru. Lalu suatu hari, jika misalnya kita ketemu lagi, aku tidak akan berdebar-debar lagi ataupun merasa bersalah karena telah meninggalkanmu.

Aku berharap aku bisa membencimu. Mengingat keburukan-keburukanmu agar semua rasa bisa pudar dan menghilang. Agar kau dan aku tak lagi terbebani dengan semua ini. Karena tidak ada cinta jika tidak bersama. Bukankah begitu? Seperti juga tertera pada buku-buku yang sering kita baca.

Aku berharap aku bisa membencimu.

Sebisa mungkin aku menghapus semua jejakku dan jejakmu. Agar kita bisa sama-sama lega. Agar kamu tak perlu lagi menjawab tanyaku. Agar kamu bebas mau berbuat apa saja, pergi ke mana saja, berteman dengan siapa saja tanpa kamu harus memikirkan aku. Seperti sebelumnya ketika kamu belum mengenal aku.

Sebisa mungkin aku menghilang. Tak ada kabar. Tak ada sapa. Mungkin dengan begitu, tak hanya aku, kamu juga tak perlu buang-buang energi menjaga perasaanku. Sebelumnya juga begitu kan? Lalu kenapa sekarang harus tidak bisa?

Dan aku hampir berhasil. Hingga pagi ini ibu membuatkanku secangkir kopi jahe. Hangatnya terasa sampai ke hati. Seperti teh jahe yang waktu itu kamu buatkan untukku. Kau ingat?

Seketika, yang tersisa hanyalah rindu. Benteng kebencian yang kubangun dari kemarin-kemarin mendadak menguap tanpa sisa. Aku, ternyata tak bisa membencimu. Aku tak bisa membenci siapa-siapa sebetulnya. Jangan kamu tanya mengapa, karena akupun tak mengerti. Mungkin karena cinta. Mungkin saja. Karena bagaimana aku akan memberinya nama jika aku sudah tak tahu lagi wujud dari rasa ini? Tapi harus kuakui, kamu pernah begitu berarti bagiku. Pernah menyediakan pundak untuk tangisku. Pernah menjadi telinga untuk keluhku. Pernah menjadi kaki untuk penatku. Bahkan senyum untuk bahagiaku. Kamu, sahabat terbaikku.

Dan ya, terlepas dari semua itu, aku pun bukan manusia yang sempurna. Tidak ada jaminan aku tak pernah dan tak akan melakukan kesalahan kepadamu. Bisa saja bagimu, akulah si penjahat itu. Iya, kan? Lalu, alasan apa hingga aku harus membencimu? Selain menutupi kenyataan yang sebenarnya, bahwa aku hanya membenci diriku sendiri yang tak pernah bisa berhenti peduli akan dirimu.

Aku tahu aku tak akan pernah bisa membencimu. Karena jauh di alam sadarku, aku tahu kamu bukan seorang brengsek, jahat, dan nama-nama lain yang diingat oleh otakku. Dan tidak ada yang harus bertanggungjawab terhadap kebahagiaan seseorang, selain orang itu sendiri. Lagipula, membenci untuk melupa? Itu gila. Tidak akan ada yang bisa melakukannya.

Baiklah, aku tak akan berusaha terlalu keras lagi. Ini sama saja seperti aku menanam biji jagung, menimbuninya dengan pupuk, lalu kembali keesokan harinya dan berharap jagungnya telah berbuah. Ada proses yang harus aku lewati. Ada harga dan waktu yang harus ku bayar. Termasuk untuk sesuatu yang ingin ku lepaskan. Ya, melepaskan. Karena memang kamu itu belum, atau memang tak akan pernah kumiliki. Entah.

Menyerahkanmu utuh ke dalam pelukan takdir.










Selasa, 06 Desember 2011

Marlia Na's Folder

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana; dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana; dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.. *Sapardi Djoko Damono.

Brick walls are there for a reason: they let us prove how badly we want things. ~Randy Pausch dlm The Last Lecture~

Komitmen seorang perempuan diuji ketika laki-laki tak punya apa-apa. Tetapi sebaliknya, kesetiaan seorang laki-laki diuji ketika ia memiliki segalanya. ~Unknown~

Bila sampai pada masalah pria yang tertarik pada kita, sebenarnya sederhana sekali. Abaikan saja semua yang mereka katakan dan hanya perhatikan apa yang mereka lakukan. ~Unknown~

"Aku mencintaimu. Itu sebabnya aku tak kan pernah selesai mendoakan keselamatanmu"
— Sapardi Djoko Damono.

Kita semua mencari cinta, tapi ada bagian dalam diri kita yang memandang rumput tetangga selalu lebih hijau, bagian yang bertanya-tanya apakah ada hal lain yang lebih baik daripada yang kita dapatkan sekarang. Seolah-olah tujuan hidup kita adalah meraih segala yang terbaik. Dan dengan tololnya percaya bahwa kita mungkin tahu apa yang terbaik. ~James Maskalyk dalam A Doctor Without Borders~

Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.

Agar kamu tidak bersedih hati atas apa yg luput dari kamu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yg sombong dan membanggakan diri. ~QS. Al Hadiid 22-23~

‎If we make a mistake in an equation, we rub it out, no problem. But where life is concerned, there's no turning back. In the real world any decision, however insignificant, has irreversible consequences. At least, that's what life has taught me. You're very young. I've already paid a high price for my mistakes. ~The Oxford Murders~

Kau menunggunya tapi tidak mengatakan kepadanya. Itu sama saja dengan kau memintanya datang tetapi tidak menunggunya.. __Jeremy said on He's Beautiful.

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran. ~QS. Al-Baqarah : 186~

"Jangan risaukan Nikmat yang belum kita miliki, tapi risaulah akan Nikmat yang belum kita Syukuri.." Terkadang Allah menganugerahkan Nikmat melalui MASALAH & memberi MASALAH melalui Nikmat. Semoga apa yang kita terima hari ini merupakan Nikmat Allah yang terbaik untuk kita & menjadikan kita senantiasa bersyukur, Amin. (Yusuf Mansur)
Tuhan pasti telah memperhitungkan amal dan dosa yang telah kita perbuat. Kemanakah lagi kita kan sembunyi. Hanya kepadaNya kita kembali. Tak ada yang bakal bisa menjawab. Mari, hanya tunduk sujud padaNya. ~Untuk Kita Renungkan, Ebiet G. Ade~

Cinta bagi kebanyakan perempuan adalah dedikasi dalam waktu yang lama, tuntutan yang tak ada habisnya sepanjang hayat, dan semua pengorbanan itu tak jarang membuahkan kekecewaan yang besar. ~Andrea Hirata, 11 Patriot~

 “Kehidupan ini ibarat jalan satu arah. Seberapa banyakpun perubahan rute yang anda tempuh, tidak satu pun membawa anda kembali. begitu anda mengetahui dan menerima hal itu, kehidupan akan tampak menjadi jauh lebih sederhana.” -Isabel More-

Pendapat orang lain tentang diriku adalah urusan orang lain. Urusanku adalah apa pendapatku tentang diriku. Dr. Boyke.

Sesungguhnya urusanNya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, ' Jadilah' Maka jadilah sesuatu itu.
Maka Mahasuci Allah yang di tanganNya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepadaNya kamu dikembalikan.
~QS Yâsîn : 82 - 83~

Tahukah kalian penguin berjodoh seumur hidup? Tn. Monell bilang, terkadang suami dan istri penguin berpisah karena pola migrasi mereka. Terkadang mereka terpish bertahun-tahun tapi selalu saling menemukan. Tahukah kalian apa yang mereka lakukan setelah saling menemukan? Melempar kepala ke belakang, mengepakkan sayapnya dan menyanyi sekeras-kerasnya!
~Definitely Maybe~

Sungguh tidak ada yang menyayangi diri kita kecuali Allah. Dan tidak pernah ada yang tahu bagaimana cara menyayangi kita, kecuali Dia juga. Kita hanya perlu membuka hati kita untuk kehadiran Allah. Selebihnya adalah kenikmatan, kenikmatan dan kenikmatan.
~Ust. Yusuf Mansur~

Kusimpan bukunya, karena hanya itu yang kumiliki darimu.
__My fave scene in Definitely Maybe.

Dan kini aku tahu ku sangat begitu dalamnya aku sungguh mencintaimu. Mungkin selama ini ku salah, tak pernah pedulikanmu setulusnya hatiku..
~Padi~

Roda jaman menggilas kita, terseret tertatih-tatih. Sungguh hidup sangat diburu, berpacu dengan waktu.
Tak ada yang dapat menolong, selain yang di sana. Tak ada yang dapat membantu selain yang di sana. Dialah Tuhan.
___Menjaring Matahari, Ebiet G. Ade.

Jangan sedih, kamu kan memang bodoh.
___Doraemon kepada Nobita pagi ini. :D

Uya : Kamu punya pacar lain?
Perempuan : punya dong, mas. Tapi jangan bilang-bilang dia ya. Yach, masa dia selingkuh tapi saya enggak, mas? Kan saya cantik.
~Uya emang Kuya sore ini.
___Ternyata kita gak pernah ngelempar apapun ke ruang kosong. Apapun akan kembali lagi kepada kita, entah kita sadari atau tidak.

Sejahat-jahatnya pencuri, ialah orang yang mencuri dalam shalat. Sahabat bertanya: Betapa ia mencuri di dalam shalatnya? Nabi saw. menjawab: ia tiada menyempurnakan rukuknya dan sujudnya. Atau nabi menjawab: ia tiada menegakkan sulbinya di dalam rukuknya dan sujudnya.
(HR. Ahmad dan Thabrani dari Abu Qatadah)

…..Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS.10:61)

Di antara pria dan wanita, mana ada teman atau adik?
*drama Korea siang ini. :D

Jangan pernah mendahului nasib…
Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu. Tanpa mimpi, orang seperti kita akan mati!
~ Arai, Sang Pemimpi.

"Apa yang kamu kerjakan itu akhirnya menumpuk dan menunggu untuk dibalas."
~5 cm.

Kal, kau tahu ngape aku keras kan kalian? Karena aku ndak nak kalian terbuai dan berpikir perjalanan kalian meraih mimpi-mimpi kalian itu akan mudah. Kalau nak mimpi yang tinggi-tinggi, mimpilah. tapi kau harus yakini mimpi itu dan temukan jalan terbaik buat meraihnya.
Jangan kau berpikir perjalanan menuju ke sana akan mulus, Kal, akan banyak rintangan di depan kau. Kau harus kuat menghadapinya.
Kal, kau jangan hanya pikirkan tentang diri kau. Ada ada seseorang yang luar biasa dalah hidup kau yang selaludatang ngambil rapor, dengan baju safari satu-satunya yang dimilikinya yang bahkan tidak dia pakai waktu menjumpai bapak bupati sekalipun. Dia memakainya hanya untuk kau, Kal, kau adalah kebanggaannya.
__Pak Mustar dalam Sang Pemimpi.

Jangan pernah biarkan orang lain mengatakan padamu bahwa kau tak bisa melakukan apapun. Termasuk ayah. Jika kau punya impian, kau harus menjaganya. Orang yang tidak dapat melakukan apapun untuk dirinya sendiri, mereka akan mengatakan padamu, bahwa kau tidak dapat melakukannya.
Jika kau menginginkan sesuatu, gapailah itu. Titik.
__Chris Gardner kepada anaknya; Christopher, dalam The Pursuit of Happyness.

“Saudara-saudara. Kita pemuda-pemuda rakyat Indonesia disuruh datang membawa senjata kita kepada Inggris dengan membawa bendera putih, tanda bahwa kita menyerah dan takluk kepada Inggris…”
“Inilah jawaban kita, jawaban pemuda-pemuda rakyat Indonesia: Hai Inggris, selama banteng-banteng, pemuda-pemuda Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membuat secarik kain putih menjadi merah dan putih, selama itu kita tidak akan menyerah…”
“Teman-temanku seperjuangan, terutama pemuda-pemuda Indonesia, kita terus berjuang, kita usir kaum penjajah dari bumi kita Indonesia yang kita cintai ini. Sudah lama kita menderita, diperas, diinjak-injak…”
“Sekarang adalah saatnya kita rebut kemerdekaan kita. Kita bersemboyan: Kita Merdeka atau Mati.”
___Bung Tomo.

Nungguin doa dikabul itu ya kudu sabar, kudu pasrah.
__emaknya haji Sulam pagi ini.

Konon, Khalifah Umar bin Khathab ra selalu melakukan sidak sendirian, di malam sunyi, di pagi yg hiruk-pikuk, di siang yg terik atau di sore yg tenang. Dari sanalah beliau tahu "nafas" hidup rakyat sebenarnya. Kritik pedas & kecaman pahit rakyat kepadanya didengar langsung telinganya. Setiap info tentang keburukan ditindaklanjuti, si pemberi info dilindungi & diapresiasi. Hmm...
*begitulah pemimpin, sidak bukannya untuk mencari kesalahan rakyat dan menghukumnya. Makasih sharingnya, mas Dwi Bagus Mb..

Lukisan itu gak hanya sekedar kumpulan gambar. Sapi jika sendiri hanyalah seekor sapi, dan ladang jika sendiri hanyalah rumput dan bunga, dan matahari yang mengintip sari sela-sela pohon hanyalah sinar biasa, tapi jika semua itu disatukan akan menjadi sebuah keajaiban.
__Robert Baker dalam Flipped.

Baru saja berakhir. Hujan di sore ini. Menyisakan keajaiban. Kilauan indahnya pelangi.
Tak pernah terlewatkan. Dan tetap mengaguminya. Kesempatan seperti ini. Tak akan bisa dibeli.
Bersamamu kuhabiskan waktu. Senang bisa mengenal dirimu. Rasanya semuanya begitu sempurna. Sayang untuk mengakhirinya.
__Ipang, Sahabat Kecil.

Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada ketenangan.
__Rasulullah SAW.

Serangkum Rindu

Menikmati tepian pagi bersama secangkir kopi. Aroma ini, seolah aku tengah berada di antara pepohonan, tanah yang lembab dan perapian. *apa kabarmu, teman seperjalanan?

Kursimu tak akan pernah diduduki oleh yang lain. Karena, seperti kau yang tak bisa menjadi mereka, merekapun tak akan sanggup menjadi dirimu dan menggantikan posisimu di kursi itu.

Terlalu banyak kebetulan di sini, padahal ada seribu kemungkinan bahkan sampai tak terhingga. Tapi sebenarnya, tak pernah ada 'kebetulan' di dunia ini. Tuhan tak mungkin membuat sesuatu terjadi hanya untuk iseng-iseng saja, iya kan?

Kalaupun sekarang gelap, bukan berarti matahari itu tak ada, sayang. Kita hanya tengah berada di sisi bumi yang berbeda. Terkadang kita lelah. Wajar sajalah, kita adalah manusia yang punya keterbatasan. Kalau sudah begitu, ingat saja alasan kenapa kamu ada, maka kamu akan kuat. Kamu ada, hanya untuk mengabdi kepadaNya. Hanya itu! Dia akan menjagamu. Dan Dia juga akan mencukupimu. Percaya sajalah.

'Simpan saja rindumu itu untuk besok. Aku sudah mengantuk,' kata mata kepada hati.

'Entahlah.. Aku sudah lupa bagaimana rasanya jatuh cinta.' Kali ini otak yang menjawab pertanyaan hati.

Kamu lelah. Aku juga lelah. Masalah memang terkadang menghajar kita tanpa ampun, menguji hingga batas kesabaran. Tetapi tidak ada alasan, kita harus bisa melewatinya. Jadi, bisakah kita bicara selayaknya orang dewasa berbicara?

Kaki : 'Aku goyah. Tak kuasa lagi menopang kemauanmu, duhai hati. Sejenak izinkan aku bersimpuh, agar luka akibat tajamnya kerikil ini mengering.'

Hati kita; berada di suatu tempat di dalam genggaman Nya. Tak perlu ragu, semua pasti akan baik-baik saja..

Baiklah, sepertinya sudah tiba saatnya bagi kita untuk keluar sejenak dari kegilaan ini. Bagaimana kalau kita menyeduh teh jahe saja? Karena berhenti tanpa melakukan apa-apa, bukankah hal bodoh itu namanya?

Tak peduli apa, selalu kelebihan satu alasan untuk bertahan.

Aku berbicara di level quanta. Mungkin gaungnya tak terdengar, tapi mustahil kau tak merasa.

'Jangan tawar menawar idealisme dengan saya!' tegas hati sembari menatap ego tepat-tepat.

Jangan terlalu mudah meletakkan penilaian terhadap orang lain, sayang.. Karena kita bukanlah mereka sehingga kita tak tahu persis keadaan mereka. Bahkan kita sendiri saja tak tahu bagaimana kedudukan kita di timbangan Tuhan.

Apa menurutmu aku masih akan ke Jepang jika Sakura yang kucari telah mekar di Italy? Sudah setengah jalan. Apa lebih baik aku pulang saja? Entahlah. Mungkin aku yang salah membaca peta. Atau mungkin sedari awal Sakura itu memang tak pernah ada di sana.

Kopi ini, masih sehangat biasanya, di mana potongan rindu terlarut sempurna dalam wanginya. Terima kasih, telah menjaga (hati)ku.

Apapun akan kuhadapi. Tapi tidak untuk berbagi hati. Bagaimanapun adanya diriku, ku ingin hanya ada aku saja, tak suka ada pembanding walaupun pada akhirnya tetap akulah pemenangnya.  ~Terima kasih. Senang pernah mengenalmu, uni..~

Aku pun pernah begitu, hanya ingin didengarkan saja.. Cuma bisa berharap yang terbaik untukmu. Maafkan aku, dan juga untuk janji yang belum bisa kulunasi.

Jangan memuji perempuan lain cantik di depanku, sayang. Karena di telingaku, itu terdengar seolah kau tengah membanding-bandingkan aku dengannya.

..di antara rintik yang berpacu menyembah bumi, kembali hujan memayungi kita. Entah dengan cara bagaimanakah tanya akan menemui muara, nanti. Aku hanya percaya.

Gerimis kali ini benar-benar menghangatkan hati, dan kau memanggilku dengan namaku. Terima kasih telah menopang gundahku.

Kamu tahu? Jalan berliku ini sungguh melelahkan. Jadi, maukah kau, selalu berdiri di tempat yang bisa ku lihat? Karena aku hanya manusia biasa, sayang. Setangguh apapun aku, semangatku bisa saja layu dan gugur ke tanah.

Aku pikir, segala sesuatu terjadi mungkin memang sudah seharusnya terjadi. Sejanggal apapun kelihatannya suatu benda, jika kita mau sedikit bersusah payah mengelilingi dan melihat dari sisi lainnya, maka kita akan mengerti bahwa memang di sanalah sesuatu itu seharusnya berada.

Aku tahu, kau tak bertanggung jawab untuk ketidakbahagiaanku. Setidaknya itu juga yang dikatakan oleh artikel-artikel motivasi yang pernah aku baca. Aku pun tidak menyalahkanmu. Aku hanya ingin memberitahumu betapa tidak enaknya tidur dibayang-bayangi mimpi tentang kamu. Itu saja. *next project. *semangat..!

Tuhan lebih tahu apa artimu bagiku. Hanya ingin mengatakan itu saja. Karena aku tak pernah punya cukup kata untuk menggambarkan perasaan ini, walaupun aku ingin kau dan seluruh dunia mengetahuinya.

Tuhan, jika jalan menuju impian memang harus seberliku ini, maka hamba mohon berikanlah hamba sepasang mata yang terang. Agar hamba tak salah membaca peta walau dalam remang sekalipun. ..aamiin..

Dengarkan saja aku. Jangan kau bantah. Jangan kau pasang raut tidak setujumu. Jangan mengatakan aku harus begini harus begitu, tak boleh begini tak boleh begitu. *masih ingin egois.

Aku sedang meminta kesabaranmu. Apa kau sanggup melepasku belajar dan mendekapku kembali saat ku lelah, salah, bahkan mungkin kalah? Mungkin aku akan terluka di perjalanan nanti, apa kau bisa merawat sakitku tanpa kau harus bertanya kenapa dan bagaimana? *egois berlanjut. :D

Ku titip rindu pada langit, biar hujan yang menyampaikannya padamu.

Dan ya, harus ku akui, bintang itu masih tetap sama di mataku, di hatiku. Bahkan lebih indah. Karena gelap membantuku mengenalinya.

Beri aku waktu, satu tahun dari sekarang. Jangan tanya kenapa; kau tahu jawabannya. Jangan tanya bagaimana; aku pun tak tahu caranya. Lihat saja.

Aku tak peduli kau menamakan ini nekad atau apa. Aku hanya yakin; impian ini sedang menyusun diri.

Paradoks. Apa kau tahu, bagaimana rasanya ketika bertahan dan menyerah di saat yang bersamaan? Aku tahu. Apa kau tahu bagaimana rasanya tertawa dan menangis di detik yang sama? Aku tahu. Orang bilang, mustahil merasa bahagia dan sedih dalam satu waktu. Tapi aku bisa. Menurutmu, harus ku beri nama apa perasaan ini?

Aku sudah tidak lagi menitip rindu lewat malam, hujan, atau pun embun. Tapi langsung padaNya, Pemilik Jiwamu, sayang.

Aku tak lagi perlu bertanya dan bertanya-tanya tentang kapan dan bagaimana. Tapi hanya sedang menanti keajaiban.

Tidak ingin egois lagi. Baiklah. Maukah kamu mengajari aku mendayung sebelum badai datang dan menenggelamkanku, please..

Cinta belum lewat. Ia masih berada di tikungan kemarin, di tempat di mana aku meninggalkannya, sayang. Dan aku telah berjanji untuk menjemputnya ketika aku kembali nanti. Maafkan aku, sepertinya akan terlambat sampai di rumah. Aku masih di sini, masih berjuang untuk pulang.

Apakah kedudukan kita masih satu sama? Kamu yang tak pernah mau merasa kalah dari aku. Yang ujung-ujungnya kita malah berdebat berjam-jam untuk semua hal yang gak penting. Seperti cuaca, padahal walau kita mau perang mulut seperti apapun yang namanya hujan kalau mau turun ya tetap akan turun juga.

Oh, ayolah..., kalau kamu mau, kamu kan bisa langsung ambil aja. Gak perlu curang begitu. Rugi. Soalnya kalau ternyata nanti di kemudian hari terbukti bahwa yang mau kamu ambil itu bukan hak kamu, entah dengan cara bagaimana pasti bakal lepas juga dari tanganmu.

Qlo udah begitu, kamu cuma dapet capenya doang. Udahlah curang, eh yang diambil dengan susah payah itu malah ilang.

Aku, kamu, dia; kita; pion-pion sempurna rencanaNya. Kerjakan saja bagianmu, aku juga hanya akan mengurus urusanku. Ada hal-hal yang kita hanya bisa menampak kulitnya tapi tak tahu isinya. Bijaksanalah.

Hanya sedang ingin bermanja dengan luka. Ya. Hati ini masih bayi. Rapuh. Akan ada saatnya ia terbang. Nanti.

Aku menyukai senyummu, fragmen kecil yang kusimpan di sudut hati. Hangatnya membekas di sini. Coba katakan, alasan apa hingga aku tak boleh menginginkan dan memintanya?

Rindu ini sudah tak lagi bertepi. Jadi, jika nanti aku pergi, ku tunggu kau di gerbang abadi.

Hari ini, aku tersenyum. Ya, kamu, keindahan yang kusimpan di dalam hati. Banyak yang bertanya apa artimu bagiku, tapi hanya bisa kujawab dengan senyuman.

Terlalu indah, sayang, hingga aku takut, kata-kata nantinya malah akan merusak keindahannya.

Jika ada tempat terakhir yang ingin kukunjungi, itu pastilah hatimu. Agar sepeninggal aku, kamu tak perlu lagi mencari sebelah hatimu yang dulu telah kucuri.

Jangan dipaksa kalau memang kamu tak kuat. Kamu tak mau hatimu berdarah 'kan?
Kamu baik-baik ya di sana. Selamat meraih mimpi, sayang..

Menikmati tepian pagi bersama lagu tentangmu. Apa kabarmu, kawan? Semoga baik-baik saja. Meskipun aku tak selalu bisa mendoakanmu, Tuhan pasti tak akan lengah menjagamu. Selalu.

...dan hujan, masih setia memainkan lagu yang sama di telingaku, menghangatkan hati selalu : rindu.

Maaf, otakku itu kecil. Jadi, tolong jangan memakai bahasa isyarat, sayang. Aku takut nanti dia akan pecah mengartikannya.

You are my wings to fly. Take care.

Jika yang kamu minta itu adalah berlian terbaik, maka wajar saja jika jam tunggunya lebih panjang dan harganya lebih mahal.

Aku hanya ingin tahu kabarmu, kawan. Apakah kamu bahagia hari ini?
Sungguh ku berharap, Tuhan menjawab semua doamu dengan anggukan, walaupun mungkin kau harus menunggu hingga beberapa saat hingga apa yang kau inginakan sampai ke telapak tanganmu.

Aku hanya ingin menjadi manusia saja; yang tidak memakan bangkai saudaranya sendiri dengan menceritakan keburukannya di belakangnya, baik itu fakta ataupun prasangka.
Bukankah Tuhan telah mengharamkan atasku darah dan kehormatan saudaraku?

Sesekali, aku ingin menari bersama hujan. Tak perlu takut dingin. Tak perlu risau basah. Tak perlu cemas lumpur.
Tapi aku tidak akan menangis, walau airmataku tak akan kentara dibasuh hujan. Aku hanya ingin merasakan guyurannya saja. Karena dengan begitu, luka ini tersapu. Hilang.
Hanyut. Meresap dalam ke pori-pori bumi.

Sedang menunggu kabar buruk. Apakah kamu yang akan mengantarkannya tepat ke mukaku?

Tidak ada kabar baik ataupun kabar buruk, tergantung kamu menyikapinya bagaimana. Putih bisa saja terlihat abu-abu kalau kamu melihatnya memakai kacamata hitam.
Have a nice Sunday. Semoga akhir pekanmu menyenangkan, kawan.

Terima kasih sudah mau berusaha meluangkan waktu. Begitu pun sudah cukup berarti bagi saya.
Sampai ketemu lagi, nanti. Insya Allah.


Males mikir, males bertanya dan bertanya-tanya. List aja di dream book. Untai dalam doa. Begitu lebih baik daripada kamu gak tau mau ngapain. Biar hati yang akan menuntunmu, harus melewati jalan yang mana.
Banyak hal yang gak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Setidaknya, sekarang. Tunggulah satu, dua, tiga bulan lagi. Mungkin satu atau dua tahun lagi. Maka nanti, ketika keajaiban itu merupa, kamu akan berdecak menyadari bahwa sesungguhnya dia telah bekerja. Bahkan sejak dari pertama kamu memikirkannya.

Ya Rabb.., tempatkan selalu orang-orang yang saya cinta dalam penjagaanMu. Karena yang bisa saya lakukan hanyalah menyapa mereka dalam doa.
..aamiin..

Jumat, 02 Desember 2011

A Tribute To Elang Prabu Hadi

Kamu pernah bertanya, apakah saya akan menangis ketika kamu sudah tidak ada lagi. Waktu itu saya tidak menjawab apa-apa. Karena airmata sudah mengambang di pelupuk. Tapi sekarang saya baru tahu jawabannya. Tidak, Lang, saya tidak menangis. Jangankan sampai jatuh berguliran di pipi, mengambang di pelupuk mata pun tidak.

Tidak, bukan. Bukannya saya tidak merasa kehilangan. Bukan begitu. Saya sedih kehilangan kamu. Terasa seperti ada lubang besar di hati, tempat yang tak akan pernah bisa digantikan oleh apa pun selain mungkin hanya kenangan kamu saja yang akan bisa menempatinya. Kamu tidak akan pernah kembali. Ledek-ledekan sama saya lagi. Menyanyi. Chatting.

Iya. Saya memang tidak menangis. Sekuat mungkin saya menahan airmata ini agar tidak tumpah. Tidak ketika chatt dengan Dzulfi dan Elin, atau bahkan ketika berbicara dengan Elvi di telepon sekali pun. Tidak. Entah kenapa, saya seolah merasa kamu tidak ingin kami menangis untuk kamu. Kamu hanya pulang. Suatu hari, kami pun akan menyusul, entah kapan. Mudah-mudahan saja nanti kita dipertemukan oleh Allah. Aamiin..

Tidak ada satu pun yang kamu tinggal buat saya. Tidak ada foto. Bahkan foto Semerumu belum lagi sempat saya download tapi kamu udah terlanjur tutup akun. Bahkan kita ketemu pun belum sempat. Haha, keterlaluan yak. Tapi ya sudah. Ketemu di mimpi pun saya tidak berharap. Saya tidak ingin memberatkan kamu.

Karena kamu teman terbaik saya. Yang mempercayakan pacarnya untuk saya jaga ketika kamu udah gak ada. Padahal kamu gak begitu kenal siapa saya. Siapa tahu saya cuma orang jahat yang pura-pura deketin pacar kamu untuk saya tipu atau apa gituu.. Tapi kamu mempercayai saya.

Lang, semua akan baik-baik saja di sini. Dan saya yakin kamu juga pasti sudah bahagia di sana dan tidak suka melihat kami menangisi kamu. Keinginan terakhir kamu untuk ketemu sama ibu kamu telah terpenuhi. Kamu juga udah ngasih kenangan yang indah buat kita. Tiga puluh lagu, bahkan mungkin lebih. Ah, padahal kamu sedang sakit parah tapi masih sempat-sempatnya menggelar konser tunggal buat kita.

Setelah ini, saya tidak ingin posting apa-apa lagi di dinding saya yang menggambarkan bahwa saya berduka. Kamu harus tenang di sana. Seperti yang kamu minta, saya akan menyapamu dalam doa. Kami akan menyapamu dalam doa.

If you know how many hearts are touched by everything you do, you'd know that love and gratitude will always felt for you.


__1 Desember 2011